Sabtu, 02 Mei 2015

I am Not Me

Apakah aku adalah aku ?
Apakah aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu ? Apakah aku yang dulu adalah aku yang sebenar-benarnya aku ?

Pertanyaan ini kerap mengisi kepalaku, dan mulai sering muncul belakangan, tentang siapakah aku. 
Orang disekelilingku mungkin akan mengatakan bahwa aku adalah aku yang mereka kenal, namun apakah mereka benar-benar mengenalku ? 
" Kamu tidak tahu siapa aku, kamu tidak benar-benar mengenalku." Biasanya itulah kata-kata yang keluar dari mulutku jika seseorang mencoba menggali siapa aku, berpikir bahwa mereka tahu betul siapa dan bagaimana aku. 

Aku adalah seorang isteri. Seorang ibu dari seorang anak. Seorang kakak dari empat orang adik, dan tentu saja, seorang anak perempuan dari ayah dan ibuku. 
Bagaimana semestinya aku musti bersikap didepan kedua orangtuaku, kemudian didepan suamiku, didepan anakku, adik-adikku, kemudian didalam lingkungan pekerjaanku, diantara sahabat-sahabatku, bukankah terkadang kita berpura-pura menjadi orang yang menyenangkan hanya untuk menyenangkan yang lain ? Bukankah kadang-kadang kita berpura-pura menjadi orang yang lebih baik hanya agar semuanya berjalan dengan baik ? Apakah kamu pernah berpura-pura bersikap menyebalkan ? 

Ini adalah tentang bagaimana untuk menjadi diri sendiri. Hanya aku menjadi aku. 

Selasa, 18 November 2014

KANGEN

Kangen...

Aku kangen...tidakkah kamu mengerti !

Malam tadi lagi-lagi aku memimpikan kamu, mimpi yang jorok, well terdengar gila dan konyol, tapi aku tidak bohong. Mungkin karena aku terlalu kangen dan menginginimu ada disampingku. Tapi sudahlah, itu cuma mimpi, mimpi yang jorok dan konyol.

Tapi sejujurnya, aku menunggu kabarmu, entah telepon, sms, email, apapun...tolong jangan buat aku menjadi gila. Kangen ini begitu menderaku, menekan dan menghimpit dadaku hingga jadi sesak.

Untuk kesekian kalinya aku cuma mau bilang, aku kangen...

WANITA BERAMBUT MERAH



Langit kelam, gelap seperti tak berpenghuni. Musim penghujan...aku mengerti.
Aku menduduki sebuah bangku kayu panjang didepan sebuah warung rokok yang menebar cahaya lampu neon yang dikerumuni laron. Laron...Ingatanku segera terbang kebeberapa tahun silam waktu masih berseragam abu-abu putih ketika mengunjungi sebuah daerah pedalaman Jawa. Laron...Aku memakan lahap peyek yang disuguhkan bersama teh tubruk hangat...kriukk...kriukk..hingga mataku mendelik kemudian...Siempunya rumah tersenyum menyadari kekagetanku bahwa peyek itu bukan peyek kacang, atau peyek teri melainkan peyek laron...Ohhh, kulanjutkan kegiatan kriukk kriukk itu demi menghargai siempu rumah dengan senyum semanisss mungkin...O lala nduk.

Hatiku tambah kecut. Setengah jam berlalu sudah. Bapak anakku belum juga muncul, kemana sih dia! Bolak-balik aku pandangi jam tangan padahal sampai kapanpun bentuknya bakal selalu begitu alias tidak akan berubah. Kami sudah menetapkan janji bertemu disini, didepan warung yang nangkring dideretan diskotik dan bar disebelah lapangan mabes, disebelah halte busway tidak jauh dari Pasar Raya, tidak jauh dari Mal Blok-M. 

Rasa bosan sudah mulai menggelayuti, menunggu adalah pekerjaan menyebalkan bin membosankan.
Sudah jam 9 malam. Wanita-wanita berpakaian super ketat, celana dan rok super pendek mulai berseliweran didepan mata, menebar aroma menusuk hidung. Mataku mulai sibuk mengikuti gerakan mereka. Keluar masuk bar dibarengi ketukan hak sepatu, menenteng tas, mengibas rambut. Sesekali asap tipis mengepul dari bibir bergincu merah cabai, mengumbar senyum menebar pesona. Semua gerakan itu tampak luwes, tidak canggung.

Wanita itu berambut merah. Wajahnya pribumi, berarti dia mencat rambutnya. Untung saja kulitnya putih. Tubuhnya tinggi langsing berbalut tanktop putih plus rok span berwarna merah menyala namun lebih merah ketimbang rambutnya. Dia berjalan kearahku. Kuterka tinggi hak sepatunya sekitar 9 centi, awh...kakiku sudah pegal membayangkannya.

Hitungan detik wanita berambut merah itu sudah duduk disebelahku. Tubuh langsingnya mengeluarkan aroma parfum, aroma vanila...ehmm seperti roti baru keluar dari oven. Dia tanya padaku apa aku punya korek api. Kubilang tidak lalu ia beli dari warung rokok didepan kami duduk. Ponsel wanita berambut merah itu bunyi, merengek-rengek minta diangkat. Pembicaraan ngalor-ngidulpun dimulai. Wanita berambut merah itu kadang menggunakan bahasa Inggris yang fasih, bahasa gaul dan bahasa-bahasa lain yang cuma dia dan teman lawan bicaranya yang mengerti.

Kami terlibat pembicaraan setelahnya. Fashion, gaya rambut, hobby...pernikahan singkatnya dengan pria bule. Wanita ini lebih banyak bicara, tawanya lepas, tanpa beban. Aku tidak tahu pasti, barangkali dia menyimpan beban tapi dia tidak bagi denganku, lagipula siapa aku.

" Udara dingin begini, nggak kedinginan mbak ?". Tanyaku iseng. Aku yang pakai jaket saja kedinginan apalagi dia pakai tanktop. Yang ditanya malah tersenyum. 

" Dingin sih...". Dia menghisap rokok yang terselip dijarinya. " Makannya saya mau cari kehangatan...hahaha...". Tawanya lepas. Sebetulnya aku mau ikutan tertawa juga tapi urung, bapaknya anakku sudah muncul rupanya. Aku pamit pada wanita berambut merah yang menyenangkan itu.

Diatas motor aku berceloteh tentang wanita berambut merah. Bicaraku bahkan lebih banyak ketimbang wanita itu. Oh...hmm..trus...cuma itu yang keluar dari bibir pria yang memboncengiku. " kenapa lama sekali sih tadi ?". Tanyaku belakangan. Yang ditanya diam saja serius mengendarai motornya menembus udara dingin. Brrr...

HIM



Kamu meracuniku...ya, kamu meracuniku.

'Ayolah, ini hanya sekedar minum kopi. Kamu boleh meminta kopi berasa manis dengan tumpukan busa krim diatasnya, atau kamu juga boleh meminta yang pahit, dengan campuran susu atau apa saja, terserah kamu. Aku cuma meminta kita untuk minum kopi, itu saja. Mungkin dengan sedikit dibumbui obrolan ringan seputar gosip murahan tentang politik, harapanmu yang belum tercapai, cerita masa kecilmu, tingkah laku konyol bos mu, atau kenakalan sahabatmu atau bahkan kau boleh cerita seputar masalah terberatmu. Apa susahnya bercerita sedikit saja...'

Aku diam terpaku diujung telepon genggam, suaramu terdengar sedikit stress, memintaku minum kopi bersamamu. Oh...hatiku berdetak tidak karuan. Ini diluar dugaan, aku tidak menginginkan sedikitpun ini bakal terjadi. Seorang pria yang baru saja kukenal melalui email mengajakku minum kopi. Sapaan 'hai' itu akhirnya berlanjut seperti ini. Ah ! Kenapa aku mesti ketagihan membalas emailnya. Yah, tapi aku menyukai hal baru ini...matilah aku !!!

'Jadi bagaimana ?'. Suaranya mulai mendesak lagi.

' Ehmm...ehhh...aduh, sepertinya...'. Aku tergagap.

' Pleaseeee.....'. Pintanya lagi.

' Ehmm...okay, okay...silahkan atur saja dimana...'. Dan aku menyesali kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku, dan aku bisa merasakan dia bersorak merayakan kemengannya karena berhasil mengajakku minum kopi bersamanya, ah...

Berulang kali aku menyebut nama Tuhan, dan berulang kali juga aku merasa malu pada Tuhan, mestinya aku tidak melakukan ini, minum kopi bersama pria itu, pria yang baru saja kukenal melalui email dan telepon genggam. Well, dia sudah mengirimkan fotonya padaku, paling tidak aku punya sedikit gambaran tentang wajah pria itu, wajahnya tidak kelihatan seperti penjahat atau semacamnya, rahangnya kuat, yang kuyakini bahwa dia suka mendominasi, tapi matanya,...matanya lucu, menyimpan kekocakan, ah aku tidak tahu...memangnya aku peramal !

Dan aku, ya aku merasa malu sebetulnya, sudah juga mengirimkan foto terbaikku buat pria itu, oh ini gila...dan menurutku dia menyukaiku karena telah melihat fotoku, satu-satunya foto terbaikku, kurasa...tapi pria itu berulang-ulang memujiku, katanya aku cantik...well itu sangat klise, tapi harus kuakui bahwa aku betul-betul tersanjung, rasanya sudah lama sekali aku tidak mendengar pujian seperti itu. Apakah aku melayang ? ya ya ya...sama seperti wanita pada umumnya, aku menyukai pujian itu.

Dan inilah hari itu ! Hari dimana aku berjanji minum kopi bersama pria itu. Cuaca dingin ini menyesakkan, dan perasaanku bercampur aduk, menghimpitku, berkali-kali kuhirupi udara dalam-dalam, memasok lebih banyak oksigen ke paru-paruku, berharap kepalaku lebih terasa ringan. Oh ya...aku sengaja men-catok rambutku yang ikal, dan sekarang tampak lurus seperti rambut artis-atis Korea, aku juga men-cat kuku ku dengan warna cokelat kesukaanku, memakai sedikit bedak dan perona berwarna pink, mascara dan eyeliner, lipstick...oh tidak, aku tidak suka pakai lipstick, rasanya bibirku akan kaku jika memakainya. Aku memakai jeans berwarna biru sangat gelap, kaos berwarna putih dan sepatu flat berwarna merah....yah rasanya sudah cukup, kasual dan simple.

Dan dimana dia ? Oh isi sms-nya bilang kalau dia sudah tiba di cafe yang disebutnya. Sudah disana, memakai jeans dan kaos berwarna abu-abu. Ok aku sudah dijalan ! jawabku padanya.
Dan...
Dia disana, pria itu duduk disana sendirian, tengah mengutak-atik telepon genggamnya. Aku terkesima dari kejauhan. Oh tidak...tidak...tidak...aku tidak bisa, ini akan menjadi cerita yang panjang. Untuk sejenak kakiku rasanya tidak bisa bergerak, terpaku dilantai mal. Sementara orang lalu-lalang didepanku, dan nafasku sesak ketika pria itu celingak-celinguk, mungkin mencariku, sms-nya datang lagi, ' Kamu dimana ?'. Tanyanya.
Ohhh...tidak, ini tidak boleh terjadi. Aku segera melangkah pergi, menjauhi pria yang jaraknya tinggal beberapa meter didepanku, yang sedang menungguku, aku mengikuti lalu lalang orang keluar dari mal. Aku harus pulang, harus pulang dan menemui anakku, aku sudah berjanji akan mengajaknya berenang hari ini. 

Belasan missed call dan sms menghampiri telepon genggamku.

' Hey...kalau pulang dari mal titip beli roti boy!'. Sms suamiku membuyarkanku dalam perjalanan pulang...

Rabu, 05 November 2014

Everything will be just fine darling

Dear readers,...

This is my first posting. So many stories to tell, but not now.

I hope everything will be just fine...